Hukum Taklifi adalah hukum yang mengandung perintah, larangan,
atau memberi pilihan terhadap seorang mukallaf (sudah baligh dan berakal) untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat.
Misalnya, hukum taklifi menjelaskan bahwa shalat 5 waktu
wajib, khamar haram, riba haram, makan minum mubah.
Wajib yang berarti tetap atau pasti. Dibagi menjadi 3 yaitu:
Pembagian Wajib dari segi orang yang dibebani kewajiban:
1. Wajib ‘ain, yaitu
kewajiban yang dibebankan kepada setiapo mukallaf tanpa terkecuali, misalnya
shalat wajib 5 waktu, berzakat, haji bila mampu, Belajar
menuntut ilmu "sampai ke negeri Cina", Berpuasa di bulan
ramadhan.
2. Wajib kifa’i (wajib kifayah)
adalah sesuatu yang diperintah oleh syari’ untuk dilaksanakan tanpa melihat siapa yang melaksanakannya. Jadi syari’ hanya
menuntut dari kelompok mukalaf, jika seorang mukalaf telah melakukannya maka
gugurlah dosa dari mukalaf yang lain, tapi apabila tidak ada seorang pun mukalaf
yang melakukannya maka semua mukalaf berdosa karena mengabaikan kewajiban itu.
Misalnya menjawab salam, amar ma’ruf nahi munkar , menshalatkan orang yang
meninggal, menolong orang lain.
Wajib kifayah bisa menjadi
wajib ‘ain apabila tidak ada yang bisa melakukannya kecuali mukalaf itu. Contoh
: ada seorang yang tenggelam, sedangkan semua orang yang menyaksikan tidak ada
yang pandai berenang kecuali satu orang itu, maka wajib kifayah itu menjadi
wajib ‘ain baginya.
Atau contoh lain, dalam satu
negeri hanya terdapat satu dokter, maka menolong orang sakit yang seharusnya
wajib kifayah menjadi wajib ‘ain sehingga dokter itu harus menolong orang yang
sakit.
Pembagian Wajib dari segi
kandungan perintah:
1.
Wajib mu’ayyan, yaitu kewajiban dimana yang
menjadi objeknya adalah tertentu tanpa ada pilihan. Misalnya, puasa di bulan
ramadhan, membaca al-fatihah dalam shalat
2.
Wajib mukhayyar, yaitu kewajiban dimana menjadi
objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Misalnya, kewajiban membayar
kaffarat sumpah.
Pembagian
Wajib dari segi waktu pelaksanaanya
1.
Wajib mutlaq, yaitu wajib yang pelaksanaannya
tidak dibatasi dengan waktu tertentu. Misalnya, Bila seorang bersumpah kemudian ia membatalkan sumpahnya,
wajiblah ia membayar kaffarah, tetapi ia dibolehkan membayar kaffarah itu di
sembarang waktu yang dia kehendaki, dan
kewajiban membayar hutang puasa ramadhan yang
tertinggal (qadha).
Wajib muaqqat , yaitu kewajiban yang pelaksanaanya dibatasi
dengan waktu tertentu. Misalnya, shalat 5 waktu, puasa bulan ramdhan, haji.
Pembagian Manbud / Nadb/ Sunnah, yang berarti sesuatu yang
dianjurkan:
1.
Muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan, yang
dibiasakan oleh rasul. Misalnya, shalat sunnah rawatib dan fajar
2.
Ghair muakkadah, yaitu sunnah biasa yang dilakukan
rasul namun bukan menjadi kebiasaannya. Misalnya, shalat sunnah 2 rakaat
sebelum zuhur
3.
Zawaid, sunnah mengikuti kebiasaan sehari hari rasul
sebagai manusia. Misal, cara makan rasul tidur, minum, tidur, dan lain lain.
Pembagian Haram, yang berarti sesuatu yang dilarang untuk
mengerjakannya:
1.
Al-muharram li dzatihi yaitu, iharamkan karna
esensinya mengandung kemudharatan bagi kehidupan manusia. Misalnya, larangan
melakukan perzinahan, memakan bangkai, darah, dan daging babi.
2.
Al-muharram li ghairihi yaotu, dilarang karana
bukan esensinya, tapi pada kondisi tertentu dilarang karna ada pertimbangan
eksternal. Misalnya, larangan meakukan jual beli saat azan jumat/ shalat jumat
bagi laki laki.
Pembagian Makruh, yang berarti sesuatu yang dibenci oleh Allah
swt:
1.
Makruh tahrim, yaitu dilarang syariat karna
apabila dikerjakan dibenci
ditinggalkan berpahala mendekati keharaman tapi dalilnya bersifat dhanni
al-wurud (dugaan keras, seperti hadist ahad yang diriwayatkan perorangan).
Misalnya, larangan meminang perempuan yang sedang dalam pinangan orang lain,
dan merokok
2.
Makruh tanzih, yaitu dianjurkan oleh syariat untuk
meninggalkannya. Misalnya, memakan daging kuda pada waktu sangat butuh diwaktu
perang, menurut sebagian Hanafian, ada pula memakan makanan yang meninggalkan
bau menyengat di mulut.
Pembagian Mubah, yang berarti sesuatu yang dibolehkan atau
diizinkan oleh Allah swt:
Pembagian mubah menurut al-syatibi:
1.
Mubah yang berfungsi untuk mengantarkan seseorang
kepada sesuatu hal yang wajib dilakukan. Misalnya, makan dan minum adalah
sesuatu yang mubah, namun berfungsi untuk menggerakan seseorang mengerjakan
kewajiban shalat dsb.
2.
Sesuatu dianggap mubah hukumnya jika dilakukan
sekali-kali, tetapi haram hukumnya jika dilakukan setiap waktu. Misalnya,
bermain dan mendengar musik, jika menghabiskan waktu hanya untuk bermain dan
mendengarkan musik hukumnya akan menjadi haram.
3.
Sesuatu yang mubah yang berfungsi sebagai sarana
mencapai sesuatu yang mubah pula. Misalnya, membeli perabotan rumah untuk
kepentingan kesenangan.
by: Rianita Jati Utami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar